tag:blogger.com,1999:blog-32782726122719926212024-03-08T23:12:12.936+07:00Sop Ayamapplehttp://www.blogger.com/profile/08906052037006934080noreply@blogger.comBlogger2125tag:blogger.com,1999:blog-3278272612271992621.post-31904903571845560662008-05-29T06:33:00.000+07:002008-05-29T06:35:33.275+07:00Kasih Tetap Bertumbuh Setelah Dua Puluh Enam Tahun<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Goudy Old Style";"><span style="font-style: italic;">Selama bertahun-tahun hidup bersama, secara perlahan kita telah membangun sejarah dan kedekatan yang tidak kita sadari –Erma Bombeck</span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Goudy Old Style";">“Siapa sih yang akan menikah kali ini?” bisik suamiku saat kami diantar menuju tempat duduk di gereja oleh anak muda berwajah serius.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Goudy Old Style";">Kami sudah membahas itu sedikitnya tiga kali. Pertama, ketika kutemukan amplop berkaligrafi di antara tumpukan selebaran yang biasa dikirim toko swalayan waktu suamiku itu duluan membuka kotak <st1:place st="on"><st1:city st="on">surat</st1:City></st1:place>. Kemudian ketika ia menjatuhkannya dari tempat aku memajangnya, di pintu lemari es, dengan magnet. Selanjutnya beberapa hari lalu ketika kuberitahu dia bahwa kami tidak bisa menghadiri suatu acara pembukaan karena harus menghadiri undangan perkawinan rekan mengajarku.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Goudy Old Style";">Namun, aku tak begitu peduli kalau ia lupa nama yang tercetak timbul pada undangan itu. Setelah dua puluh tahun menikah dengannya, aku kenal betul, sekedar mengucapkan “perkawinan” saja sepertinya membuat memori suamiku itu mengalami gangguan.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Goudy Old Style";">Jadi, sembari duduk, aku menjawabnya dengan berbisik pula, “Guru computer dan anak laki-laki penginjil”.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Goudy Old Style";">“Kedengarannya seperti judul novel cinta yang biasa dibaca sambil treadmill di tempat olahraga”, gumamnya sambil duduk, barangkali diam-diam menghitung jumlah para wanita yang datang sendiri tanpa diantar suami, yang membiarkan suami-suami mereka yang cukup beruntung itu di rumah.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Goudy Old Style";">Irama organ, ditingkahi suara sopran dan aroma bunga memenuhi ruangan. Aku teringat hari perkawinanku sendiri, lengkap dengan kebahagiaan dan kecemasan yang menyertainya, yang membuat perutku melilit saat berdiri menunggu waktu untuk keluar. Dalam hati aku bertanya apakah sang mempelai wanita tengah sibuk menenangkan dirinya?<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Goudy Old Style";" lang="FI">Aku tahu, mempelai laki-laki pasti berusaha keras menenangkan diri. Laki-laki pendiam itu memang tidak suka menjadi pusat perhatian dan menurut ibunya, membayangkan dirinya akan berdiri di hadapan empat ratus undangan saja sudah membuatnya cemas.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Goudy Old Style";" lang="FI">Ketika laki-laki tampan yang memakai tuxedo itu menuju altar, diikuti para pendamping, aku mencoba mencari tanda-tanda kekhawatiran. </span><span style="font-family: "Goudy Old Style";" lang="SV">Tangan yang gemetar. Alis yang berkeringat. Kaki yang tidak bisa diam. Namun, yang kulihat justru senyum manis penuh kebahagiaan dari seorang laki-laki yang tengah menanti munculnya sang kekasih. Tanpa perlu mendengar irama ”Trumpet Voluntary” pun aku sudah tahu bahwa sang mempelai wanita sudah berdiri di depan pintu. Dari pancaran wajah mempelai pria, aku bisa melihat itu.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Goudy Old Style";" lang="SV">Saat kami semua brdiri untuk memberi penghormatan, ada perasaan iri menyelinap di hati. Sudah lama suamiku tak lagi memandangku dengan binar-binar seperti itu. Mungkin karena sudah dua puluh enam tahun menikah, batinku. Mungkin hari itu, saat kami mengucap janji, saat ia melihatku dalam balutan gaun putih dan tatapannya mengungkapkan ”Aku cinta padamu dan kau cantik sekali”, merupakan puncak dari perjalanan cinta kami, hal terbaik yang dapat kami raih. Dan mungkin binar-binar cinta itu lama-kelamaan terkubur seiring dengan perjuangan untuk mempertahankan perkawinan itu sendiri.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Goudy Old Style";" lang="SV">Dengan berhentinya alunan musik, wajah sang mempelai wanita yang penuh binar di balik kerudung putih bertatah mutiara itu menoleh ke ayahnya, lalu ke arah mempelai pria. Saat itulah sebutir air matamengalir di pipiku. Di bawah cahaya lilin, mereka benar-benar bagai pasangan sempurna yang digambarkan dalam novel-novel yang pernah diam-diam kubaca di pusat kebugaran.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Goudy Old Style";" lang="SV">Saat mempelai pria meraih tangan mempelai wanita, ada perasaan sedih dalam hati mengingat hilangnya cinta impian itu dalam hidupku. Aku ingin seperti mereka lagi - pasangan yang saling berhadapan, tak memedulikan hal-hal lain selain cinta mereka berdua. Ingin sekali kujumput sedikit keajaiban cinta murni itu dan menemukan kembali harapan, janji-janji dan segala kemungkinan yang ada – seperti dulu kurasakan bersama suamiku di hari pernikahan kami.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Goudy Old Style";" lang="SV">Tiba-tiba seakan dapat membaca pikiranku, suamiku menoleh dan berbisik ”Aku suka melihatmu memakai gaun itu, Kris”. Tatapannya begitu hangat, meluluhkan hatiku, sementara ibu jarinya membelai telapak tanganku seperti dua puluh enam tahun yang lalu saat kami berdiri di halaman bertebar aroma mawar dan ia katakan ”Saya bersedia”.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Goudy Old Style";" lang="SV">Aku sedikit bergeser mendekat dalam pelukannya, terkenang kembali janji perkawinan yang sudah lama kami ucapkan dan terus kami pegang dalam suka dan duka. Terlintas dalam kepalaku saat-saat kami saling menunjukkan hormat, dimana cinta menyatukan kami, dimana cinta dan komitmen menjadi fondasi bagi perkawinan kami.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Goudy Old Style";" lang="SV">Sekejap kemudian mempelai pria mencium pengantin wanita, lalu, dengan wajah berbinar-binar, mereka bergandengan menyusuri lorong gereja berhias untaian bunga...menyongsong malam bertabur bintang.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Goudy Old Style";" lang="SV">Dengan berlalunya mempelai wanita yang siap menyambut masa depannya, kudoakan kebahagiaan baginya. Tapi keinginan menjadi mempelai wanita sudah tak ada lagi dalam hatiku. Aku bahagia berada di tempatku yang sekarang ini. Bersama laki-laki yang kucintai. Sambil bergandengan, kami menyusul pengantin baru tadi menyambut malam yang kemilau – dan hari depan yang mnjanjikan cinta kasih – Kris Hamm Ross</span></p><div style="text-align: right;"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Goudy Old Style"; font-style: italic;">Disalin dari Buku Chicken Soup for The Bride’s Soul – Ketika cinta menyatukan segalanya-</span><br /></div><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Goudy Old Style";" lang="SV"><o:p></o:p></span></p>applehttp://www.blogger.com/profile/08906052037006934080noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3278272612271992621.post-33204595413589894462008-05-29T06:29:00.000+07:002008-05-29T06:33:20.053+07:00Prakata<span style="font-weight: bold; font-family: lucida grande;"><span style="font-size:100%;">Blog ini merupakan kumpulan cerita yang diambil dari buku </span></span><span style="font-size: 11pt; font-family: lucida grande; font-weight: bold;">Chicken Soup for The Bride’s Soul – Ketika cinta menyatukan segalanya.<br />Sengaja dibuat begini karena aku sangat tersentuh dengan buku tersebut.<br />Sangat inspiratif buat aku, membuang ketakutanku atas segala hal yang berhubungan dengan pernikahan.<br />So please enjoy it.</span><span style="font-size: 11pt; font-family: webdings; font-weight: bold; font-style: italic;"><br /></span><span style="font-weight: bold; font-family: webdings;"></span>applehttp://www.blogger.com/profile/08906052037006934080noreply@blogger.com0